A.M #1

Sore ini cukup melelahkan. Kelas dari jam 7 pagi, masih harus rapat organisasi. Aku senang berada di sini, hanya saja, moodku sedang tidak baik karena tamu bulanan. Kalau teman-teman lamaku dulu di SMA pasti tahu. Ekspresi lelah dan menahan sakit perut juga kalimat singkat yang keluar dari mulutku, menandakan jangan pernah mencari masalah denganku. Tapi, teman-temannku di sini, belum mengenalku sedekat itu.
.
Rapat hari ini seharusnya hanya membahas hal penting untuk konser musik minggu depan, tetapi malah ngomong ngalor-ngidul. Kebiasaan buruk. Aku mengambil nafas panjang dan bersandar pada dinding putih di belakangku. Sakit di perutku semakin menjadi. Kapan selesainya, sih, sudah tidak tahan lagi. Abang ini juga nggak selesai-selesai memberi perintah. Padahal banyak gerombolan lain yang juga rapat di sana sini. Seakan ajang lama-lamaan rapat. Eh, tunggu, sepertinya aku familiar dengan anggota rapat di gerombolan sebelah. Dino. Teman SMA. Sepertinya ngobrol dengannya akan sedikit mengurangi badmood-ku.
.
"Sst..Din Din," setengah berbisik aku memanggil Dino. Dia menoleh dan tersenyum
"Ngapainn??" tanya Dino sambil mendekat ke tempa dudukku. Lah, dia pergi aja gitu dari gerombolan rapatnya.
"Rapatt. Bosen tapi, sakit perut juga."
"Samaaaa udah dari sejam yang lalu lho aku. Pulang naik apa?" tanya Dino, sesekali dia melirik ke gerombolan rapatnya yang sepertinya nggak sadar kalo dia hilang.
"Nggak tau, ojek kayaknya"
"Sama aku aja, ok? Jangan malem-malem tapi. Rapatmu udah mau selesai itu kayaknya". Aku melihat si Abang sudah membereskan kertas kertas notesnya. Aku menangguk pada Dino dan memberi isyarat kalo rapatnya dia pun akan selesai.
.
Ah, angin malam ini terasa lebih dingin. Sepertinya karena aku yang kecapekan. Untung tidak lupa bawa jaket tadi. Dino melambaikan tangannya pada teman rapatnya tadi. Dan akhirnya aku benar-benar pulang sama Dino. Memang searah sih rumah kita, dan Dino pun pasti lebih senang kalau ada teman mengobrol sepanjang perjalanan. Sebagai seorang cowok, dia agak suka ngomong. Membahas ini itu, dia mereka, hidupnya hidupku. Tapi asik. Nggak akan bosan dan awkward kalau bersama Dino. Nah kan, nggak kerasa tahu-tahu sudah sampai rumahku.
"Makasih, Din. Ati-ati jalan pulangnya," ujarku
"Iyaa, besok-besok jangan pulang semalem ini, lho, ya!" katanya. Ya, begitulah Dino. Perhatiannya tetap. Sama persis. Seperti 3 tahun lalu. Saat Dino berusaha mendekat dan menghibur aku yang sedang hancur.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Diary of Mid-20 Girl (Part 5)

Diary of a Mid-20 Girl (Part 4)

Perkara cafe-cafean (Jilid 5)